Jumat, 18 September 2015

HADITS TENTANG PENANAMAN DASAR-DASAR HUBUNGAN SOSIAL

8:31 PM



MAKALAH
HADITS TENTANG
PENANAMAN DASAR-DASAR HUBUNGAN SOSIAL







PRNDAHULUAN
Dalam catatan sejarah, kita mengenal dan mengetahui bahwa Nabi SAW. dalam merintis terbentuknya sebuah negara di Madinah adalah dengan mengawali menciptakan hubungan persaudaraan yang harmonis dan damai antara komunitas Muhajirin (penduduk Mekah yang hijrah dan datang di Madinah)  dengan komunitas Anshar (penduduk Madinah). Lahirnya Piagam Madinah yang pada awalnya disebut sebagai al-Kitab (buku) dan ash-Shahifah (bundelan kertas), dan dalam konteks modern dikenal sebagai ad-Dustur (konstitusi), atau al-Watsiqah (dokumen) yang memuat dua bagian. Satu bagian berisi perjanjian damai antara Nabi SAW. dengan komunitas Yahudi yang ditandatangani ketika Nabi SAW. pertama kali tiba di madinah, dan bagian kedua berisi tentang komitmen, hak-hak dan kewajiban umat Islam, baik Muhajirin maupun Anshar yang ditulis setelah perang Badar yang terjadi pada tahun II H. Oleh para ahli sejarah dan penulis belakangan menyatukan bagian ini menjadi satu dokumen yang ditulis terdiri dari 47 pasal. Piagam Madinah ini sesungguhnya lahir dengan didasari oleh semangat persaudaraan. Di atas landasan Piagam Madinah inilah sebagai sebuah konstitusi menjadikan acuan dalam kehidupan dan interaksi hubungan antar berbagai komunitas dalam sebuah negara Madinah dibawah kepemimpinan Nabi SAW. Hal ini berarti bahwa persaudaraan merupakan dasar dan landasan utama dalam membangun sebuah tatanan kehidupan komunitas masyarakat yang majemuk dan plural, baik dalam sekala kecil sampai sekala yang lebih besar dalam bentuk sebuah bangsa dan negara. Sehingga persaudaraan ini meliputi berbagai hal dalam konteks perdamaian  dan pembinaan kehidupan bermasyarakat yang harmonis dan damai serta sejahtera. Prinsip yang sangat mendasar dalam Islam ini dalam rangka upaya membawa missi Rahmatan lil `Alamin adalah dengan membangun tatanan kehidupan sosial dan kebersamaan dalam bermasyarakat. Upaya ke arah ini adalah dengan membangun dan memantapkan hubungan persaudaraan sebagai wujud rasa cinta terhadap sesama.

PEMBAHASAN

A.    Penanaman Dasar-dasar Hubungan Sosial.

1.      Hadits tentang persaudaraan, tolong menolong dan menutup aib orang lain.
عَنْ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْمُسْلِمُ اَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيْهِ  كَانَ اللهُ فِى حَجَتِهِ ، وَمَنْ فَرَجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُ بَاتِ يَوْمِ القِيَامَةِ، وَ مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ.
Artinya:
Dari Abdullah bin Umar RA mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak boleh mengdzaliminya dan tidak menyerahkannya. Barangsiapa mengusahakan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa yang melapangkan suatu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan satu kesusahan diantara kesusahan-kesusahannya pada hari kiamat. Dan barang siapa yang menutub (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aib) nya pada hari kiamat.”
v  Uraian Lafadz Hadits
الْمُسْلِمُ اَخُو الْمُسْلِمِ (seorang muslim adalah saudara muslim yang lain). Ini adalah bentuk ukhuwah (persaudaraan) di dalam Islam.
لاَ يَظْلِمُهُ (tidak mendzhaliminya). Dalam hal ini kita diperintah untuk tidak mendzholimi saudara kita. Dikerenakan kedzaliman seorang muslim terhadap muslim lainnya hukumnya adalah haram. Sedangkan kalimat وَلاَ يُسْلِمُهُ (tidak menyerahkannya), yaitu tidak membiarkan saudara kita berada dalam gangguan atau disakiti oleh orang lain.
وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيْهِ (barangsiapa mengusahakan kebutuhan saudaranya). Dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Muslim disebutkan, وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ (Allah senantiasa menolong hamba, selama hamba itu menolong saudaranya.
وَمَنْ فَرَجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً (barang siapa yang melapangkan kesusahan seorang muslim). كُرْبَةً artinya kesusahan yang melanda jiwa.
وَ مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا (barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim). Misalkan, apabila ada yang melihat seseorang berada dalam perbuatan buruk, tetapi dia tidak membeberkannya kepada manusia (orang lain). Adapun perintah diperbolehkannya seseorang itu untuk menjadi saksi bagi saudaranya yang melakukan perbuatan buruk, dan seorang yang melihat kejadian itu berusaha untuk mengingatkan dan menasehati saudaranya tersebut, tetapi saudaranya itu tidak mau berhenti dan tetap melakukan perbuatan buruknya itu, bahkan melakukannya secara terang-terangan. Maka hal itu sama dengan perintah untuk menutupi keburukan diri sendiri.  Namun, jika dia pergi ke hadapan hakim dan mengakui semua perbuatannya, maka hal itu tidak dilarang.[1]
v  Penjelasan Hadits
Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya. Apabila ada yang menganggap dirinya berbeda dengan orang lain dan perbedaan itu justru akan menjadikan dirinya besar hati (tinggi hati) maka itu adalah termasuk sifat takkabur. Dan sifat ini sangat dilarang dalam ajaran Islam, karena manusia pada hakekatnya adalah sama dan tidak memiliki kebesaran, karena kebesaran hanyalah milik Allah semata.[2]
Dalam hal ini telah di jelaskan di dalam al-Qur`an surat Al-Jaatsiyah ayat 37.
ã&s!ur âä!$tƒÎŽö9Å3ø9$# Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( uqèdur âƒÍyèø9$# ÞOŠÅ3ptø:$# ÇÌÐÈ 
“Dan bagi-Nyalah keagungan di langit dan bumi, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Surat Al Jaatsiyah ini mengutarakan tentang Al Quran yang diturunkan Allah, Pencipta dan Pengatur semesta alam. Sesungguhnya segala macam kejadian yang terdapat pada alam dapat dijadikan bukti bagi adanya Allah, kecelakaan yang besarlah bagi orang yang tidak mempercayai dan mensyukuri nikmat Allah, segala puji hanya untuk Allah saja, keagungan hanyalah kepunyaan Allah.
Sifat takkabur juga akan menghancurkan identitas persamaan sebagai inti dari sebuah persaudaraan, yang pada akhirnya akan merusak dan menghancurkan hubungan persaudaraan. Yang dimaksud dengan saudara ialah dalam artian bukan hanya terbatas pada saudara kerabat yang masih ada hubungan kekeluargaan, akan tetapi saudara seiman, sehingga tidak dibatasi oleh sekat-sekat keturunan, kebangsaan, dan lain-lain.[3] Sehingga seorang muslim dengan seorang muslim lainnya adalah sama, baik aqidah dan agama (saudara seiman dan seagama), jadi dengan adanya persamaan inilah yang harus mendorong kita untuk saling memperhatikan, saling mencintai, saling tolong-menolong dan membela antarsatu dangan yang lain serta tidak menyakiti dan menganiaya antarsesama. Sedangkan perbedaan itu adalah sesuatu yang memang sewajarnya karena hal itu termasuk sunnatullah. Perbedaan dalam konteks ini harus disikapi dengan semangat toleransi. Salah satu ciri-ciri dan upaya untuk menumbuhkan dan melestarikan hubungan persaudaraan adalah dengan sikap tolerans terhadap perbedaan serta menjadikan perbedaan itu untuk saling melengkapi dan menutupi kebutuhan dan kekurangan.
Persaudaraan dalam Islam itu adalah hubungan dan interaksi dengan pihak lain yang melahirkan semangat dan sikap peduli dan soladoritas sosial kemanusiaan. Apabila orang yang merasa bersaudara dengan yang lain, maka ia harus saling memperhatikan antara sesama saudara. Kalau ada orang yang merasa bersaudara tetapi tidak saling memperhatikan, malah justru saling bermusuhan, saling bertengkar, saling menyakiti, ini adalah sikap dan tindakan yang justru menyalahi arti dari hakekat persaudaraan. Hakekat persaudaraan dalam Islam adalah saling memperhatikan, dalam arti saling memahami, saling mengerti, saling membantu dan membela terhadap sesama.
Mengenai hubungan persaudaraan dalam Islam lebih di tegaskan dalam al-Qur`an surat Al-Hujurat ayat 10.
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ  
Artinya: orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.[4]


2.      Hadits tantang cinta dan kasih sayang

عَنْ اَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
Artinya:
Dari Anas RA dari Nabi SAW bersabda: “Tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian, sebelum ia mencintai saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”

v  Uraian Lafadz Hadits
لاَ يُؤْمِنُ (tidak sempurna keimanan) orang yang mengaku beriman. Dalam hadits riwayat Ibnu Hibban dijelaskan                         لاَ يَبْلُغُ عَبْدٌ حَقِيْقَةَ الإِيْمَانَ  (seseorang tidak akan mencapai hakikat keimanan), maksudnya adalah kesempurnaan iman. Tetapi orang yang tidak melakukan apa yang ada dalam hadits ini, dia tidak menjadi kafir.
حَتَّى يُحِبُّ (sampai mencintai). Hal ini bukan berarti bahwa tidak adanya keimanan maka akan menyebabkan rasa cinta.
مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ )sebagaimana mencintai diri sendiri) dari kebaikan. Kata (kebaikan) mencakup semua ketaatan dan semua hal yang diperbolehkan di dunia dan di akhirat, sedangkan hal-hal yang dilarang oleh agama tidak termasuk dalam kategori (kebaikan).[5]
v  Penjelasan Hadits
Cinta dan kasih sayang terhadap saudara sesama muslim adalah bukti dari keimanan seseorang, sehingga ketika seseorang telah memutuskan hubungan kasih sayang terhadap sesama sebagai bentuk persaudaraan, maka dia telah kehilangan sebagaian dari keimanannya, karena keimanan yang sempurna menurut kecintaan terhadap sesama muslim sebagaimana cintanya terhadap diri sendiri.
Orang yang memutuskan hubungan kasih sayang terhadap sesama sebagai bentuk persaudaraan berarti dia telah berbuat maksiat, karena telah melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya tentang kewajiban umat Islam untuk menyambung tali persaudaraan. Bahkan sekedar menjauhi dan meninggalkan saudaranya lebih dari tiga malam dengan niat memutuskan hubungan persaudaraan pun tidak dibenarkan. Sebagaimana sabda Nabi:
عَنْ أَبىْ أَيُوْبَ الأَنَصَارَى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَيَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ فَيَعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا وَخَيْرُهُمَا الَذِى يَبْدَأُ بَالسَّلَامِ.
Dari Abu Ayub al-Anshari r.a. bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Tidak dihalalkan bagi seseorang meninggalkan saudaranya sampai lebih dari tiga malam, keduanya bertemu dan saling berpaling, sedangkan yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai dengan salam.
Dalam sabdanya yang lain Nabi mengatakan:
عَنْ أَبىْ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ آَعْمَالَ أُمَتِى تُعْرَضُ عِشْيَةَ الْخَمِيْسِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ, فَلَا يَقْبَلُ عَمَلَ قَاطِعُ الرَّحْمِ. (رواه البخارى)
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Sesungguhnya amal umatku dilaporkan (kepada Allah) pada hari Kamis malam Jum`at, maka tidaklah diterima amal orang yang memutuskan hubungan persaudaraan. (H.R. Bukhari).
وَعَنْ إِبْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّ أَبْوَابَ السَّمَاءِ مُغْلَقَةٌ دُوْنَ قَاطِعُ الرَّحْمِ. (روه الطّبرانى)
Dari ibnu Mas`ud r.a. berkata: Nabi SAW. bersabda: Sesungguhnya pintu-pintu langit itu tertutup untuk orang yang memutuskan hubungan persaudaraan. (H.R. Thabarani).
Dari hadits di atas menjelaskan betapa Nabi telah mengutuk perbuatan dari orang-orang yang memutuskan tali silaturrahmi atau hubungan persaudaraan, yang secara tegas diperintah Allah untuk senantiasa menyambungnya, sehingga dikatakan bahwa amal seseorang yang dalam keadaan memutuskan hubungan persaudaraan tidak diterima oleh Allah, dan oleh karenanya dikatakan pula bahwa pintu-pintu langit yang disana penuh dengan berkah juga tertutup untuk orang-orang yang memutuskan hubungan tali persaudaraan.
Maka dari itu, seorang muslim harus mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri, agar terciptanya hubungan yang harmonis antar sesama umat Islam. Agar tercapainya hubungan yang harmonis akhlak-akhlak yang harus dikembangkan adalah:
·         Jangan menyakiti hatinya, baik melalui tindakan atau pun perbuatan.
·         Kita harus bersikap tawadhu` (rendah hati).
·         Jangan memasuki rumah orang lain tanpa seizinnya.
·         Menghormati orang-orang yang lebih tua dari kita dan kasih sayang terhadap orang yang lebih kecil.[6]

3.      Aspek Tarbawi
Dari keterangan di antara ke dua hadits di atas, dapat kita ambil aspek-aspek tarbawi yang terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut:
1.      Persamaan yang merupakan inti dari sebuah persaudaraan dalam Islam menjadi pendorong bangkitnya rasa cinta dan kasih sayang untuk saling memahami dan menolong antarsatu dengan yang lain. Karena itu jangan pernah sekali-kali memutuskan tali persaudraan, karena orang yang memutuskan tali persaudaraan berarti dia telah berbuat maksiat karena telah malanggar perintah Allah dan Rasul-Nya tentang kewajiban umat Islam untuk menyambung tali persaudaraan.
2.      Kita tidak boleh merendahkan orang lain, baik itu saudara dekat, teman akrab dan semua orang yang ada di sekitar kita dengan cara membicarakan kekurangan atau membuka aib orang lain dan ini sangat dilarang oleh agama.

PENUTUP
Kesimpulan
1.      Setiap mukmin adalah saudara yang diperintahkan Allah untuk saling mengikrarkan perdamaian dan berbuat kebajikan di antara satu dengan yang lainnya, dalam rangka taat kepada-Nya. Karena itu kita harus saling menghormati, saling tolong-menolong di dalam kebaikan, serta tidak menyakiti dan menganiaya antar sesama. Agar hubungan persaudaraan kita trus terjalin dan terbina sehingga tetap utuh, dan harmonis serta damai.
2.      Cinta dan kasih sayang dengan sesama akan sanggup menjadi perekat tali persaudaraan antarsesama. Ketika seseorang mempererat tali persaudaraan maka tali persaudaraan itu akan menjadi semakin lekat dan kuat, akan tetapi sebaliknya ketika dia mengupayakan untuk memutuskan tali persaudaraan  tersebut maka hilanghlah keharmonisan sebuah persahabatan atau persaudaraan sehingga yang tinggal hanyalah kegalauan dalam kehidupan karena ketika dia memutuskan hubungan dengan saudaranya, maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya.
3.      Di dalam kasih sayang yang baik terhadap saudara, pepatah mengatakan bahwa teman sejati adalah orang yang bisa membantumu menangis, bukan yang membantumu tertawa. Nasehat atau peringatan adalah sesuatu yang terkadang menyakitkan, karena membiarkan orang yang melakukan kesalahan sama dengan menjerumuskannya. Karena itu jagalah persaudaraan dan pertemanan dengan bersedia tolong menolong dalam kebaikan agar selamat dalam menjalani kehidupan.





DAFTAR PUSTAKA

Sayadi, Wajidi. 2009. Hadits Tarbawi (Pesan-pesan Nabi SAW. Tentang Pendidikan). Jakarta: PT. Pustaka Firdaus.
Juwariyah. 2010. Hadits Tarbawi. Jakarta: Teras.
Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlak Dalam Prespektif Al-Qur`an. Jakarta: Amzah.
Al Asqani, Ibnu Hajar. Al Hafizh, Al Imam. 2008. Fathul Baari (Syarah Shahih Al Bukhari). Jakarta: Pustaka Azzam.
Al Asqani, Ibnu Hajar. Al Hafizh, Al Imam. 2008. Fathul Baari (Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari). Jakarta: Pustaka Azzam.


       [1] Ibnu Hajar al-Asqalani, imam al-Hafidz, Fathul Baari (Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari), Jil. 14, Cet. 3, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 8-11
       [2] Wajidi Sayadi, Hadits Tarbawi: Pesan-pesan Nabi SAW. Tentang Pendidikan, Cet. 1, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2009), hlm. 119-120
       [3] Juwariyah, Hadits Tarbawi, cet. 1, (Teras, Yogyakarta: 2010), hlm. 47
       [4] Wajadi Sayadi, Op.Cit., hlm. 117-118
       [5] Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafizh, Fathul Baari (Syarah Shahih Al Bukhari), Cet. 8, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 95-96
       [6] M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Prespektif Al-Qur`an, Cet 1. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 213

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Kumpulan Makalah. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top