MAKALAH
HADITS TENTANG
PENANAMAN DASAR-DASAR HUBUNGAN SOSIAL
PRNDAHULUAN
Dalam catatan sejarah, kita mengenal dan
mengetahui bahwa Nabi SAW. dalam merintis terbentuknya sebuah negara di Madinah
adalah dengan mengawali menciptakan hubungan persaudaraan yang harmonis dan
damai antara komunitas Muhajirin (penduduk Mekah yang hijrah dan datang di
Madinah) dengan komunitas Anshar
(penduduk Madinah). Lahirnya Piagam Madinah yang pada awalnya disebut sebagai al-Kitab
(buku) dan ash-Shahifah (bundelan kertas), dan dalam konteks modern
dikenal sebagai ad-Dustur (konstitusi), atau al-Watsiqah (dokumen)
yang memuat dua bagian. Satu bagian berisi perjanjian damai antara Nabi SAW.
dengan komunitas Yahudi yang ditandatangani ketika Nabi SAW. pertama kali tiba
di madinah, dan bagian kedua berisi tentang komitmen, hak-hak dan kewajiban
umat Islam, baik Muhajirin maupun Anshar yang ditulis setelah perang Badar yang
terjadi pada tahun II H. Oleh para ahli sejarah dan penulis belakangan menyatukan
bagian ini menjadi satu dokumen yang ditulis terdiri dari 47 pasal. Piagam
Madinah ini sesungguhnya lahir dengan didasari oleh semangat persaudaraan. Di
atas landasan Piagam Madinah inilah sebagai sebuah konstitusi menjadikan acuan
dalam kehidupan dan interaksi hubungan antar berbagai komunitas dalam sebuah
negara Madinah dibawah kepemimpinan Nabi SAW. Hal ini berarti bahwa
persaudaraan merupakan dasar dan landasan utama dalam membangun sebuah tatanan
kehidupan komunitas masyarakat yang majemuk dan plural, baik dalam sekala kecil
sampai sekala yang lebih besar dalam bentuk sebuah bangsa dan negara. Sehingga
persaudaraan ini meliputi berbagai hal dalam konteks perdamaian dan pembinaan kehidupan bermasyarakat yang
harmonis dan damai serta sejahtera. Prinsip yang sangat mendasar dalam Islam
ini dalam rangka upaya membawa missi Rahmatan lil `Alamin adalah dengan
membangun tatanan kehidupan sosial dan kebersamaan dalam bermasyarakat. Upaya
ke arah ini adalah dengan membangun dan memantapkan hubungan persaudaraan
sebagai wujud rasa cinta terhadap sesama.
PEMBAHASAN
A. Penanaman Dasar-dasar Hubungan Sosial.
1. Hadits tentang persaudaraan, tolong menolong dan menutup aib orang lain.
عَنْ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
اَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
الْمُسْلِمُ اَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِى
حَاجَةِ أَخِيْهِ كَانَ اللهُ فِى
حَجَتِهِ ، وَمَنْ فَرَجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً
مِنْ كُرُ بَاتِ يَوْمِ القِيَامَةِ، وَ مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ
يَوْمَ القِيَامَةِ.
Artinya:
Dari Abdullah bin Umar RA mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak boleh
mengdzaliminya dan tidak menyerahkannya. Barangsiapa mengusahakan kebutuhan
saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa yang
melapangkan suatu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan satu
kesusahan diantara kesusahan-kesusahannya pada hari kiamat. Dan barang siapa
yang menutub (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aib) nya pada hari
kiamat.”
v
Uraian Lafadz Hadits
الْمُسْلِمُ اَخُو الْمُسْلِمِ (seorang muslim
adalah saudara muslim yang lain). Ini adalah bentuk ukhuwah (persaudaraan)
di dalam Islam.
لاَ يَظْلِمُهُ (tidak mendzhaliminya). Dalam hal
ini kita diperintah untuk tidak mendzholimi saudara kita. Dikerenakan kedzaliman
seorang muslim terhadap muslim lainnya hukumnya adalah haram. Sedangkan kalimat
وَلاَ يُسْلِمُهُ (tidak menyerahkannya), yaitu tidak membiarkan saudara
kita berada dalam gangguan atau disakiti oleh orang lain.
وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيْهِ (barangsiapa mengusahakan
kebutuhan saudaranya). Dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam
Muslim disebutkan, وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا
كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ (Allah senantiasa menolong hamba,
selama hamba itu menolong saudaranya.
وَمَنْ فَرَجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً (barang siapa yang melapangkan
kesusahan seorang muslim). كُرْبَةً artinya kesusahan yang melanda jiwa.
وَ مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا (barang siapa yang
menutupi (aib) seorang muslim). Misalkan, apabila ada yang melihat
seseorang berada dalam perbuatan buruk, tetapi dia tidak membeberkannya kepada
manusia (orang lain). Adapun perintah diperbolehkannya seseorang itu untuk
menjadi saksi bagi saudaranya yang melakukan perbuatan buruk, dan seorang yang
melihat kejadian itu berusaha untuk mengingatkan dan menasehati saudaranya
tersebut, tetapi saudaranya itu tidak mau berhenti dan tetap melakukan
perbuatan buruknya itu, bahkan melakukannya secara terang-terangan. Maka hal
itu sama dengan perintah untuk menutupi keburukan diri sendiri. Namun, jika dia pergi ke hadapan hakim dan
mengakui semua perbuatannya, maka hal itu tidak dilarang.[1]
v
Penjelasan Hadits
Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya. Apabila ada yang
menganggap dirinya berbeda dengan orang lain dan perbedaan itu justru akan
menjadikan dirinya besar hati (tinggi hati) maka itu adalah termasuk sifat
takkabur. Dan sifat ini sangat dilarang dalam ajaran Islam, karena manusia pada
hakekatnya adalah sama dan tidak memiliki kebesaran, karena kebesaran hanyalah
milik Allah semata.[2]
Dalam hal ini telah di jelaskan di dalam al-Qur`an surat Al-Jaatsiyah
ayat 37.
ã&s!ur
âä!$tÎö9Å3ø9$# Îû
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur ( uqèdur âÍyèø9$#
ÞOÅ3ptø:$#
ÇÌÐÈ
“Dan bagi-Nyalah keagungan
di langit dan bumi, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Surat
Al Jaatsiyah ini mengutarakan tentang Al Quran yang diturunkan Allah, Pencipta dan
Pengatur semesta alam. Sesungguhnya segala macam kejadian yang terdapat pada
alam dapat dijadikan bukti bagi adanya Allah, kecelakaan yang besarlah bagi
orang yang tidak mempercayai dan mensyukuri nikmat Allah, segala puji hanya
untuk Allah saja, keagungan hanyalah kepunyaan Allah.
Sifat takkabur juga akan menghancurkan identitas persamaan sebagai inti
dari sebuah persaudaraan, yang pada akhirnya akan merusak dan menghancurkan
hubungan persaudaraan. Yang dimaksud dengan saudara ialah dalam artian bukan
hanya terbatas pada saudara kerabat yang masih ada hubungan kekeluargaan, akan
tetapi saudara seiman, sehingga tidak dibatasi oleh sekat-sekat keturunan,
kebangsaan, dan lain-lain.[3] Sehingga
seorang muslim dengan seorang muslim lainnya adalah sama, baik aqidah dan agama
(saudara seiman dan seagama), jadi dengan adanya persamaan inilah yang harus
mendorong kita untuk saling memperhatikan, saling mencintai, saling tolong-menolong
dan membela antarsatu dangan yang lain serta tidak menyakiti dan menganiaya
antarsesama. Sedangkan perbedaan itu adalah sesuatu yang memang sewajarnya
karena hal itu termasuk sunnatullah. Perbedaan dalam konteks ini harus disikapi
dengan semangat toleransi. Salah satu ciri-ciri dan upaya untuk menumbuhkan dan
melestarikan hubungan persaudaraan adalah dengan sikap tolerans terhadap
perbedaan serta menjadikan perbedaan itu untuk saling melengkapi dan menutupi
kebutuhan dan kekurangan.
Persaudaraan dalam Islam itu adalah hubungan dan interaksi dengan pihak
lain yang melahirkan semangat dan sikap peduli dan soladoritas sosial
kemanusiaan. Apabila orang yang merasa bersaudara dengan yang lain, maka ia
harus saling memperhatikan antara sesama saudara. Kalau ada orang yang merasa
bersaudara tetapi tidak saling memperhatikan, malah justru saling bermusuhan,
saling bertengkar, saling menyakiti, ini adalah sikap dan tindakan yang justru
menyalahi arti dari hakekat persaudaraan. Hakekat persaudaraan dalam Islam
adalah saling memperhatikan, dalam arti saling memahami, saling mengerti,
saling membantu dan membela terhadap sesama.
Mengenai hubungan persaudaraan dalam Islam lebih di tegaskan dalam
al-Qur`an surat Al-Hujurat ayat 10.
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$#
×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù
tû÷üt/ ö/ä3÷uqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur
©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè?
ÇÊÉÈ
Artinya: orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.[4]
2. Hadits tantang cinta dan kasih sayang
عَنْ اَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
Artinya:
Dari Anas RA dari Nabi SAW bersabda: “Tidak
sempurna keimanan seseorang dari kalian, sebelum ia mencintai saudaranya
(sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
v
Uraian Lafadz Hadits
لاَ يُؤْمِنُ (tidak sempurna keimanan) orang
yang mengaku beriman. Dalam hadits riwayat Ibnu Hibban dijelaskan لاَ يَبْلُغُ عَبْدٌ حَقِيْقَةَ الإِيْمَانَ (seseorang tidak
akan mencapai hakikat keimanan), maksudnya adalah kesempurnaan iman. Tetapi
orang yang tidak melakukan apa yang ada dalam hadits ini, dia tidak menjadi
kafir.
حَتَّى يُحِبُّ (sampai mencintai). Hal ini
bukan berarti bahwa tidak adanya keimanan maka akan menyebabkan rasa cinta.
مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ )sebagaimana mencintai diri sendiri) dari kebaikan.
Kata (kebaikan) mencakup semua ketaatan dan semua hal yang diperbolehkan di
dunia dan di akhirat, sedangkan hal-hal yang dilarang oleh agama tidak termasuk
dalam kategori (kebaikan).[5]
v
Penjelasan Hadits
Cinta dan kasih sayang terhadap saudara
sesama muslim adalah bukti dari keimanan seseorang, sehingga ketika seseorang
telah memutuskan hubungan kasih sayang terhadap sesama sebagai bentuk
persaudaraan, maka dia telah kehilangan sebagaian dari keimanannya, karena
keimanan yang sempurna menurut kecintaan terhadap sesama muslim sebagaimana
cintanya terhadap diri sendiri.
Orang yang memutuskan hubungan kasih sayang
terhadap sesama sebagai bentuk persaudaraan berarti dia telah berbuat maksiat,
karena telah melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya tentang kewajiban umat
Islam untuk menyambung tali persaudaraan. Bahkan sekedar menjauhi dan
meninggalkan saudaranya lebih dari tiga malam dengan niat memutuskan hubungan
persaudaraan pun tidak dibenarkan. Sebagaimana sabda Nabi:
عَنْ أَبىْ أَيُوْبَ الأَنَصَارَى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَيَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَهْجُرَ
أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ فَيَعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا
وَخَيْرُهُمَا الَذِى يَبْدَأُ بَالسَّلَامِ.
Dari Abu Ayub al-Anshari r.a. bahwa
Rasulullah SAW. bersabda: Tidak dihalalkan bagi seseorang meninggalkan
saudaranya sampai lebih dari tiga malam, keduanya bertemu dan saling berpaling,
sedangkan yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai dengan salam.
Dalam sabdanya yang lain Nabi mengatakan:
عَنْ أَبىْ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ آَعْمَالَ أُمَتِى تُعْرَضُ عِشْيَةَ
الْخَمِيْسِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ, فَلَا يَقْبَلُ عَمَلَ قَاطِعُ الرَّحْمِ.
(رواه البخارى)
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW.
bersabda: Sesungguhnya amal umatku dilaporkan (kepada Allah) pada hari Kamis
malam Jum`at, maka tidaklah diterima amal orang yang memutuskan hubungan
persaudaraan. (H.R. Bukhari).
وَعَنْ إِبْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: أَنَّ أَبْوَابَ السَّمَاءِ مُغْلَقَةٌ دُوْنَ قَاطِعُ الرَّحْمِ. (روه
الطّبرانى)
Dari ibnu Mas`ud r.a. berkata: Nabi SAW.
bersabda: Sesungguhnya pintu-pintu langit itu tertutup untuk orang yang
memutuskan hubungan persaudaraan. (H.R. Thabarani).
Dari hadits di atas menjelaskan betapa Nabi
telah mengutuk perbuatan dari orang-orang yang memutuskan tali silaturrahmi
atau hubungan persaudaraan, yang secara tegas diperintah Allah untuk senantiasa
menyambungnya, sehingga dikatakan bahwa amal seseorang yang dalam keadaan
memutuskan hubungan persaudaraan tidak diterima oleh Allah, dan oleh karenanya
dikatakan pula bahwa pintu-pintu langit yang disana penuh dengan berkah juga
tertutup untuk orang-orang yang memutuskan hubungan tali persaudaraan.
Maka dari itu, seorang muslim harus
mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri, agar terciptanya
hubungan yang harmonis antar sesama umat Islam. Agar tercapainya hubungan yang
harmonis akhlak-akhlak yang harus dikembangkan adalah:
·
Jangan menyakiti hatinya, baik melalui tindakan atau pun perbuatan.
·
Kita harus bersikap tawadhu` (rendah hati).
·
Jangan memasuki rumah orang lain tanpa seizinnya.
·
Menghormati orang-orang yang lebih tua dari kita dan kasih sayang
terhadap orang yang lebih kecil.[6]
3. Aspek Tarbawi
Dari keterangan di antara ke dua hadits di
atas, dapat kita ambil aspek-aspek tarbawi yang terkandung di dalamnya adalah
sebagai berikut:
1. Persamaan yang merupakan inti dari sebuah
persaudaraan dalam Islam menjadi pendorong bangkitnya rasa cinta dan kasih
sayang untuk saling memahami dan menolong antarsatu dengan yang lain. Karena
itu jangan pernah sekali-kali memutuskan tali persaudraan, karena orang yang memutuskan
tali persaudaraan berarti dia telah berbuat maksiat karena telah malanggar
perintah Allah dan Rasul-Nya tentang kewajiban umat Islam untuk menyambung tali
persaudaraan.
2. Kita tidak boleh merendahkan orang lain,
baik itu saudara dekat, teman akrab dan semua orang yang ada di sekitar kita
dengan cara membicarakan kekurangan atau membuka aib orang lain dan ini sangat
dilarang oleh agama.
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Setiap mukmin adalah saudara yang diperintahkan Allah untuk saling
mengikrarkan perdamaian dan berbuat kebajikan di antara satu dengan yang
lainnya, dalam rangka taat kepada-Nya. Karena itu kita harus saling
menghormati, saling tolong-menolong di dalam kebaikan, serta tidak menyakiti
dan menganiaya antar sesama. Agar hubungan persaudaraan kita trus terjalin dan
terbina sehingga tetap utuh, dan harmonis serta damai.
2.
Cinta dan kasih sayang dengan sesama akan sanggup menjadi perekat tali
persaudaraan antarsesama. Ketika seseorang mempererat tali persaudaraan maka
tali persaudaraan itu akan menjadi semakin lekat dan kuat, akan tetapi
sebaliknya ketika dia mengupayakan untuk memutuskan tali persaudaraan tersebut maka hilanghlah keharmonisan sebuah
persahabatan atau persaudaraan sehingga yang tinggal hanyalah kegalauan dalam
kehidupan karena ketika dia memutuskan hubungan dengan saudaranya, maka Allah
akan memutuskan hubungan dengannya.
3.
Di dalam kasih sayang yang baik terhadap saudara, pepatah mengatakan
bahwa teman sejati adalah orang yang bisa membantumu menangis, bukan yang
membantumu tertawa. Nasehat atau peringatan adalah sesuatu yang terkadang
menyakitkan, karena membiarkan orang yang melakukan kesalahan sama dengan
menjerumuskannya. Karena itu jagalah persaudaraan dan pertemanan dengan
bersedia tolong menolong dalam kebaikan agar selamat dalam menjalani kehidupan.
DAFTAR
PUSTAKA
Sayadi, Wajidi. 2009. Hadits Tarbawi
(Pesan-pesan Nabi SAW. Tentang Pendidikan). Jakarta: PT. Pustaka Firdaus.
Juwariyah. 2010. Hadits Tarbawi. Jakarta:
Teras.
Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlak
Dalam Prespektif Al-Qur`an. Jakarta: Amzah.
Al Asqani, Ibnu Hajar. Al Hafizh, Al Imam.
2008. Fathul Baari (Syarah Shahih Al Bukhari). Jakarta: Pustaka Azzam.
Al Asqani, Ibnu Hajar. Al Hafizh, Al Imam.
2008. Fathul Baari (Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari). Jakarta: Pustaka
Azzam.
0 komentar:
Posting Komentar