Selasa, 15 September 2015

MACAM – MACAM AKAD SOSAL

9:31 AM

MACAM – MACAM AKAD SOSAL
(‘ARIYAH, QORDH, HIBAH, SEDEKAH, HADIAH, ZAKAT, DAN WAKAF)


BAB II

PEMBAHASAN


A.    ‘ARIYAH
1.      Pengertian ‘Ariyah
Secara etimologi, ‘ariyah  di ambil dari kata ‘Aara, yang berarti datang dan pergi.
Secara terminologi syara’, ulama fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikan ‘ariyah, antara lain:
a.       Ibnu Rif’ah berpendapat, bahwa ‘ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat suatu  barang dengan halal serta tepat zat nya, supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
b.       Al- Malikiyah sebagaimana yang ditulis oleh Wahbah Al Juhaili, ‘ariyah  adalah pemilikan atas manfaat suatu barang tanpa adanya imbalan.
c.        As syafi’iyah dan Hanabala, ‘ariyah adalah pembolehan untuk mengambil  manfaat suatu barang tanpa adanya imbalan.
d.       Amir Syarifuddin, ‘Ariyah adaalah transaksi atas manfaat suatu barang  tanpa imbalan, dalam arti sederhana ‘ariyah adalah menyerahkan suatu  wujud barang untuk dimanfaatkan orang lain tanpa adanya imbalan.
2.      Dasar Hukum ‘Ariyah
    Menurut Wahbah Al Juhaili tolong menolong dalam arti ‘ariyah atau pinjam meminjam sesuatu hukumnya sunnah, sedangkan menurut Amir Syarifuddin, transaksi dalam bentuk ini hukumnya boleh atau mubah sepanjang dilakukan  sesuai dengan ketentuan syara’. Adapun dasar hukum diperbolehkannya bahkan disunahkannya ‘ariyah terdapat dalam ayat-ayat Al-qur’an dan hadits diantaranya:
 a.   Surat  Al-Maidah ayat 2
“Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.
 b.  Hadits Bukhori
“siapa yang meminjam harta seseorang dengan kemauan membayarnya, maka Allah akan membayarnya, dan barang siapa yang meminjam dengan kemauanya maka Allah akan melenyapkan hartanya”.
3.      Rukun dan Syarat-syarat  ‘Ariyah
        Rukun ‘ariyah menurut jumhur ulama ada empat, yaitu:
a.          Mu’ir  (orang yang meminjamkan)
b.          Musta’ir  (orang yang meminjam)
c.          Mu’ar (barang yang dipinjam)
d.         Sighat ‘ariyah (lafal pinjaman)[1]
         Syarat-syarat ‘ariyah  sebagai berikut:
a.          Orang yang neminjam ialah orang yang telah berakal dan                        cakap bertinndak hukum.
b.             Barang yang dippinjam bukan jenis barang yang apabila dimanfaatkan akan habis atau musnah.
c.          Barang yang dipinjamkan itu harus secara langsung dapat dikuasai oleh peminjam.
d.         Manfaat barang yang dipinjam itu termasuk manfaat yang mubah atau diolehkah oleh syara’.[2]

B.     QORDH

1.      Pengertian Qordh
Dilihat dari maknanya, qordh identik dengan akad jual beli. Karena, akad qordh mengandung makna pemindahan kepemilikan barang kepada pihak lain. Secara harafiah, qordh berarti bagian, bagian harta yang diberikan kepada orang lain. Sedangkan menurut istilah qordh (utang piutang) mempunyai arti penyerahan harta berbentuk uang untuk dikembalikan pada waktunya dengan nilai yang sama.

2.      Hukum Qordh
Qordh atau utang piutang adalah penyadiaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang memberikan pinjaman yang mewajibkakn peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu.[3] Hukum dari qordh adalah mubah/boleh. Seperti dalam firman Allah dalam surat Al-Hadid ayat 11:
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”.

Begitu juga dalam hadits:
“Ibnu Mas`ud meriwayatkan bahwa: Nabi SAW. Bersabda: “Tidaklah seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) shodaqoh”. (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hiban, dan Baihaqi).
3.      Rukun Qordh
a.       Pihak yang meminjam (muqtaridh).
b.      Pihak yang memberikan pinjaman (muqridh).
c.       Dana
d.      Ijab qabul (sighat).[4]


Skema transaksi Al-Qardh
QARDH
 

MUQTARIDH

MUQRIDH

                                                            2. Pemberian hutang



1. Akad



3.  Pengembalian Qardh
                                                         



C.    HIBAH
1.      Pengertian Hibah
Secara bahasa kata hibah berasal dari bahasa Arab al-Hibah berarti pemberian atau hadiah dan bangun (bngkit). 
Berarti hibah adalah pemberian hadiah kepada orang lain tanpa imbalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dimana orang yang diberi bebas menggunakan harta tersebut.
2.      Dasar Hukum Hibah
Para ulama fiqih sepakat bahwa hukum hibsh itu sunnah. Hal ini didasari nash Al-Quran dan hadits nabi, diantaranya:
a.       QS. Al-Baqarah ayat 177
“memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan hamba sahaya)”.
b.       Hadits Bukhori dan Muslim
“saling memberi hadiahlah, maka kamu akan saling mencintai”.
3.      Rukun dan Syarat Hibah
Jumhur ulama mengemukakan bahwa rukun hibah ada empat:
a.          Al-wahib (Orang yang menghibahkan)
b.          Al-mauhub (Harta yang dihibahkan)
c.          Lafal hibah
d.         Mauhub lahu (orang yang menerima hibah).
Syarat-syarat Hibah adalah sebagai berikut:
a.          Syarat orang yang menghibah (pemberi hiibah):
§    Memiliki sesuatu yang dihibahkan
§    Bukan orang yang dibatasi haknya
§    Dewasa, berakal dan cerdas
§    Tidak dipaksa
b.          Syarat orang yang diberi hibah
Orang yang diberi hibah benar-benar ada pada waktu diberi hibah, bila tidak ada maka tidak sah hibah yang diberikan.
c.          Syarat benda yang dihibahkan
§    Benar-benar benda itu ada ketika akad berlangsung
§    Harta itu memiliki nilai dan manfaat
§    Dapat dimilliki zatnya artinya benda itu sesuatu   yang biasa untuk dimiliki, dapat diterima bendanya dan dapat berpindah dari tangan ke tangan lain.
§    Harta yang dihibahkan itu bernilai harta
§    Harta itu benar-benar milik orang yang menghibahkan
§    Menurut Hanafiyah jika barang itu berbentuk rumah maka harus bersifat utuh  meskipun rumah itu boleh dibagi.  Tetapi menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah membolehkan hibah berupa sebagian rumah
§    Harta yang hibahkan terpisah dari yang lainnya, tidak terkait dengan  harta atau hak lainnya.

D.    SEDEKAH
1.       Pengertian Sedekah
Secara bahasa sedekah berasal dari bahasa arab صد قه   yang secara bahasa bearti tindakan yang benar. 
Secara terminologi (syara’), sedekah adalah sebuah pemberian seseorang secara ikhlas kepada orang yang berhak menerimabyang diiringi juga oleh pahala dari Allah SWT.
2.      Dasar Hukum Sedekah
Secara ijma’, ulama menetapkan hukum sedekah adalah sunah. Di dalam al-Quran  banyak ayat yang menganjurkan agar kita bersedekah, di antaranya sebagai berikut:
QS. Al-Baqoroh ayat 280
Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan sedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Selain dalam firman Allah, Rosul pun memerintahkan agar umatnya bersedakah meskipun dalma jumlah yang sedikit.
‘’Lindungilah dirimu semua dari siksa api neraka dengan bersedekah meskipun hanya dengan separuh biji kurma “.[5]
3.      Rukun dan Syarat Sedekah
Di antara rukun sedekah adalah sebagai berikut:
a.       Pihak yang bersedekah
b.      Penerima sedekah
c.       Benda yang disedekahkan
d.      Sighat[6]
Sedangkan syarat sedekah adalah sebagai berikut:

E.     HADIAH
1.      Pengertian Hadiah
Hadiah adalah suatu akad pemberian hak milik oleh seseorang kepada orang lain di waktu ia masih hidup tanpa menharapkan imbalan dan balas jasa, namun dari segi kebiasaan, hadiah lebih di motivasi oleh rasa terimakasih dan kekaguman seseorang.
2.      Rukun dan Syarat Hadiah
Rukun hadiah adalah sebagai berikut:
a.       Pihak yang memberi hadiah.
b.      Pihak penerima hadiah.
c.       Benda yang dihadiahkan.
d.      Sighat ijab kabul.
Syarat dari tiap-tiap rukun sama dengan syarat pada hibah.[7]





F.     ZAKAT
1.      Pengertian Zakat
Secara arti kata zakat berasal dari bahasa arab dari akar kata زكى mengandung beberapa arti seperti membersihkan, bertumbuh, dan berkah.
Secara terminologi hukum (syara’) zakat adalah pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang yang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan.
2.      Hukum dan Dasar Hukum Zakat
Hukum zakat adalah wajib ‘aini dalam arti kewajiban yang di tetapkan untuk diri pribadi dan tidak dibebankan kepada orang lain, walaupun dalam pelaksanaannya dapat diwakilkan kepada orang lain. Kewajiban zakat itu dapat dilihat dari beberapa segi:
a.       Banyak sekali perintah Allah untuk membayarkan zakat dan hampir keseluruan perintah berzakat itu dirangkaikan dengan perintah mendirikan sholat seperti firman Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 43:
“Dan dirikanlah sholat dan bayarkanlah zakatdan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.
b.      Dari segi banyak pujian dan janji baik yang diberikan Allah kepada orang yang berzakat seperti dalam surat al-Mukminun ayat 1-4:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang khusu’ dalam sholatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna dan orang-orang yang menunaikan zakat”.
c.       Dari segi banyaknya ancaman dan celaan Allah kepada orang yang tidak mau membayar zakat seperti dalam surat fussilat ayat 6-7:
“Celakalah orang-orang yang musyrik yaitu orang-orang yang tidak mau membayar zakat”.[8]
3.      Rukun dan Syarat Zakat
Diantara rukun Zakat adalah sebagai berikut:
a.       Orang yang berzakat
b.      Harta yang dizakatkan
c.       Orang yang menerima zakat
Sedangkan syarat-syaratnya zakat adalah sebagai berikut:
a.       Syarat orang yang berzakat (muzakki) adalah orang islam, baligh, berakal dan memiliki harta yang memenuhi syarat.
b.      Syarat harta yang dizakatkan adalah harta yang baik, milik yang sempurna dari yang berzakat, berjumlah satu nisob atau lebih dan telah tersimpan selama satu tahun qomariyah atau haul.
c.       Syarat orang yang menerima zakat adalah jelas adanya.[9]

G.    WAKAF
1.      Pegertian Wakaf
Secara etimologi, kata wakaf berarti al- habs (menahan), radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertahan), dan al-man’u (mencegah).
Menurut syara’ banyak definisi yang di kemukakan oleh ulama di antaranya:
a.          Sayyid Sabiq
“Menahan harta dan menggunakan manfaatnya di jalan Allah SWT”.
b.          Taqiyuddin Abu Bakr  Muhammad Al-Husain
“Menahan harta yanf kekal jazatnya untuk di ambil manfaatnya tanpa merusak (tindakan)pada zatnyayang dibelanjakan manfaatnya di jalan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT”.
                             Dari dua definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa wakaf adalah menahan benda yang tidak rusak (musnah) untuk di ambil manfaatnya bagi kepentingan yang di benarkan oleh syara’ dengan tujuan memperoleh pahala dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
                        Dari uraian di atas maka teerdapat beberapa ketentuan dalam hal wakaf. Menurut Azhar Basyir ketentuan terssebut sebagai berikut:
1.        Harta wakaf harus tetap (tidak dapat dipindahkan kepada orang lain) baik di jual belikan, dihibahkan, ataupun diwariskan.
2.        Harta wakaf terlepas dari pemilikan orang yang mewakafkannya.
3.        Tujuan wakaf harus jelas (teranng).
4.        Harta wakaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang memiliki hak  ikut serta dalam harta wakaf.
5.        Harta wakaf dapat berupa tanah dan sebagainya yang tahan lama dan tidak musnah sekali gunakan.
2.      Dasar Hukum Wakaf
Kedudukan wakaf dalm islam sangat mulia. Wakaf dijadikan sebagai amalan utama yang sangat dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dasar hukum yang dapat dijadikan  penguat pentingnya wakaf dapat dilihat dalam al-Quran diantaranya:
a.       QS. Al-Hajj ayat 77
“Dan lakukanlah kebaikan semoga kamu beruntung”.
b.      QS. Ali-Imron ayat 92
“Tidaklah kamu memperoleh kebaikan sampai kamu menafkahkanapa yang kamu sukai”.
Selain dalam firman Allah, nabi pun bersabda:
“ Jika manusia mati maka terputuslah semua amalnnya kecuali tiga yaitu sedekah jariyah (yang terus menerus), ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakankepadanya”. (HR. Muslim)
3.      Rukun dan Syarat Wakaf
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam wakaf:
a.       Wakif (Ada orang yang berwakaf)
b.      Maukuf (Ada yang diwakafkan)
c.       Maukuf Alaihi (Tujuan wakaf)
d.      Sighat Wakaf (Pernyataan)
Adapun syarat wakaf sebagai berikut:
a.       Wakaf berlaku selamanya, tidak batasi oleh waktu tertentu
b.      Tujuan wakaf harus jelas
c.       Wakaf harus dilaksanakan setelah ada ijab dari yang mewakafkan
d.      Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya khiyar (membatalkan atau melangsungkan wakaf ang telah dinyatakan) sebab pernyataan wakaf  berlaku seketika dan untuk selamanya.[10]



PENUTUP
Kesimpulan
‘Ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat suatu  barang dengan halal serta tepat zat nya. pinjam meminjam sesuatu hukumnya sunnah,
Qordh atau utang piutang adalah penyadiaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang memberikan pinjaman yang mewajibkakn peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Hukum dari qordh adalah mubah/boleh.
hibah adalah pemberian hadiah kepada orang lain tanpa imbalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dimana orang yang diberi bebas menggunakan harta tersebut.upaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
Sedekah adalah sebuah pemberian seseorang secara ikhlas kepada orang yang berhak menerimabyang diiringi juga oleh pahala dari Allah SWT. Hukumnya adalah Sunnah.
Hadiah adalah suatu akad pemberian hak milik oleh seseorang kepada orang lain di waktu ia masih hidup tanpa menharapkan imbalan dan balas jasa, namun dari segi kebiasaan, hadiah lebih di motivasi oleh rasa terimakasih dan kekaguman seseorang.
zakat adalah pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang yang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan. Hukum zakat adalah wajib ‘aini dalam arti kewajiban yang di tetapkan untuk diri pribadi dan tidak dibebankan kepada orang lain,
Wakaf adalah menahan benda yang tidak rusak (musnah) untuk di ambil manfaatnya bagi kepentingan yang di benarkan oleh syara’ dengan tujuan memperoleh pahala dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifudin, Garis-garis besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003)
Abdul Rahman Ghazaly,DKK, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: FiqhMuamalah, (Jakarta: Kencana, 2012)
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003)
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010)



[1] Abdul Rahman Ghozaly, Ghufron Ihsan, dan Sapiudin, Fiqh Muamalat(Jakarta: Kencana PerdanaMedia Group, 2010), hlm. 247-249.
[2] ibid, h. 250.
[3] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010),hlm.254
[4] Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003), hlm. 27-28.
[5] Abdul Rahman Ghazaly,DKK, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 149-150.
[6] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: FiqhMuamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 344.
[7]ibid, hlm 345.
[8] Amir Syarifudin, Garis-garis besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 37-39.
[9] Ibid, hlm. 40.
[10] Abdul Rahman Ghazali,dkk, Op.cit.,hlm. 175-179.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Kumpulan Makalah. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top