MAKALAH
JUAL BELI
Di susun guna
memenuhi tugas :
Mata Kuliah : Fiqih 2
Dosen Pengampu : M. Rodli, M.Pd.I
Di Susun Oleh :
Syaffi Mukarom (2021112138)
Rina
Ulfa Nirmala (2021112198)
Ike
Rahmawati (2021112215)
Andri
Burhanudin (2021112223)
Kelas : F
JURUSAN TARBIYAH /
PAI
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Mu’amalah adalah
sendi kehidupan dimana setiap muslim akan di uji nilai keagamaan dan
kehati-hatiannya serta kekonsistensiannya dalam ajaran-ajaran Allah. Apabila
seorang yang lemah agamanya akan sulit untuk berbuat adil kepada orang lain
dalam masalah meninggalkan harta yang bukan menjadi haknya (harta haram) selagi
mampu mendapatkannya walaupun dengan tipu daya dan pemaksaan. Dalam hal ini
dalam mata uang dinar, dirham atau yang lainnya akan menunjukkkan kita kepada
hakekat seseorang, sehingga ada pepatah : “Ujilah mereka dengan uang dinar dan
dirham”. Allah Subkhanahu Wa
ta’ala telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Sebagaimana dalam firman
Allah (Qs. Al baqarah ayat 275).
Dalam
muamalah atau berhubungan dengan sesama manusia itu tidak terlepas dari jual
beli, karena jual beli adalah menukar barang dengan barang yang lain dengan
cara yang tertentu (akad) serta Allah telah meghalalkan jual beli yang baik dan
sesuai dengan syariat Islam.
Mengingat prinsip
berlakunya jual beli adalah atas dasar suka sama suka, maka syariat Islam
memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak yang melakukan akad jual beli
untuk memilih antara kemungkinan, yaitu antara melangsungkan jual beli atau
mengurungkannya. Dalam melangsungkan akad jual beli agar tidak terjadi penipuan
dan merasakan dirugikan. Dalam makalah ini membahas tentang jual beli yang
sesuai dengan syariat serta larangan-larangan dalam jual beli dan hak memilih
(khiyar) sesuai dengan hadits Nabi saw.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Jual Beli
Jual beli atau perdagangan dalam
isti’lah Fiqih disebut al-ba’i yang menurut etimologi berarti menjual
atau mengganti. Wahbah Al-Zuhaily mengartikannya secara bahasa dengan “Menukar
sesuatu dengan sesuatu yang lain”.
Secara terminologi, terdapat
beberapa definisi jual beli yang dikemukakan para ulama fiqih sekalipun
substansi dan tujuan masing-masing definisi sama. Sayyid sabiq mendefinisikan
dengan :
“Jual beli ialah pertukaran harta
dengan harta atas dasar saling merelakan”.Atau“ Memindahkan milik dengan ganti
yang dapat dibenarkan.
Definisi
lain dikemukakan oleh ulama Hanafiyah yang dikutip oleh wahbah al-zuhaily jual
beli adalah :
“Saling tukar harta dengan harta
melalui cara tertentu”. Atau tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang
sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat”.
Definisi
lain dikemukakan oleh Ibn Qudamah Jual beli adalah :
“Saling menukar harta dengan harta
dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan”.[1]
B.
Dasar
Hukum Jual Beli
a. Al-qur’an,
diantaranya :
و ا حل
لله ا لبيع و حر م ا لر ب........
Artinya
: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Q.S.
Al-Baqarah: 275)
b.
As-Sunah, diantaranya :
“Nabi Muhammad SAW ditanya tentang
mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab : Seseorang bekerja dengan
tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur”.
(H.R.
Bajjar, Hakim menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn Rafi)
c. Ijma
Ulama telah sepakat bahwa jual beli
diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan
dirinya, tanpa bantuan orang lain.[2]
C.
Rukun
dan Syarat
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun
jual beli itu ada empat, yaitu:
a. Ada orany yang berakad atau al muta`aqidain
(penjual dan pembeli).
b. Ada sighat (lafal ijab dan qabul).
c. Ada barang yang dibeli.
d. Ada nilai tukar pengganti barang.[3]
Berikut
adalah syarat-syarat orang yang melakukan akad, antara lain:
a.
Penjual dan Pembeli
Syaratnya:
ü Berakal
ü Dengan kehendak sendiri (bukan
dipaksa)
ü Tidak mubazir ( pemborosan)
ü Balig
b. Uang
dan Benda yang dibeli
Syaratnya:
ü Suci
ü Ada manfaat
ü Barang itu dapat diserahkan
ü Barang itu milik si penjual
ü Barang itu diketahui oleh si
penjual dan si pembeli
c. Lafas
Ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan penjual,
seumpama “ saya jual barang ini sekian”. Sedangkan kabul adalah ucapan si
pembeli, “ saya terima (saya beli) dengan harga sekian”. Keterangan ayat yang
mengatakan bahwa jual beli itu suka sama suka, dan juga sabda Rasulullah SAW
dibawah ini :
ا ا نما ا لبيع عن تر ا ض
“sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama
suka”.(Riwayat Ibn Hibban).[4]
D.
Hukum
Jual Beli
Hukum asal jual beli adalah Mubah
atau dibolehkan, yaitu apabila dengan keridhaan dari kedua belah pihak. Kecuali
apabila jual beli itu dilarang oleh Allah SWT.[5]
E.
Bentuk-Bentuk
Jual Beli yang dilarang
Jual
beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut :
a.
Jual
beli barang yang dihukumkan najis tidak boleh diperjual belikan.
b.
Jual
beli dengan muhaqallah.
c.
Jual
beli dengan mukhadharah.
d.
Jual
beli dengan muammassah.
e.
Jual
beli dengan muzabanah.
F.
Macam-Macam
Jual Beli
Menurut jumhur ulama, jual beli dapat
ditinjau dari beberapa segi dilihat dari segi hukumnya ada 3 macam, yaitu :
a.
Jual
beli yang sah, adalah jual beli yang telah memenuhi ketentuan syara’ baik rukun
maupun syaratnya.
b.
Jual
beli yang batal, adalah jual beli yang tidak memenuhi salaj satu syarat dan
rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid).
c.
Jual
beli yang dilarang dalam islam.
1)
Terlarang
sebab ahliah (ahli akad). Seperti : jual beli orang gila, jual beli anak kecil,
jual beli orang buta, juall beli terpaksa.
2)
Telarang
sebab Ma’qud alaih (barang jualan). Seperti : jual beli barang yang najis dan
terkena najis.
3)
Terlarang
sebab syara’. Seperti: jual beli riba, jual beli waktu ibadah sholat jumat. [6]
G.
Membatalkan
Jual beli
Apabila terjadi penyesalan diantara
dua orang yang berjual beli, disunnahkan atas yang lain membatalkan akad jual
beli antara keduanya. Abu hurarah telah menceritakan hadits berikut: bahwa nabi
SAW telah bersabda” barang siapa yang mencabut jual belinya terhadap orang yang
menyesal,maka Allah akan mencabut kejatuhannya(kerugian dagangannya)” Riwayat
Bazzar.[7]
H.
Manfaat
Jual beli
a.
Jual
beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak
milik orang lain.
b.
Penjual
dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan atau suka sama
suka.
c.
Masing-masing
pihak merasa puas.
d.
Dapat
menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram.
e.
Penjual
dan pembeli mendapar Rahmat dari Allah.
f.
Menumbuhkan
ketentra,an dan kebahagiaan.[8]
I.
Khiyar
a.
Pengertian
khiyar
Khiyar secara bahasa adalah: kata nama
dari ikhtiar yang berarti mencari yang baik dari dua urusan baik meneruskan
akad atau membatalkan akad. Sedangkan menurut isti’lah kalangan fiqih yatitu
mencari yang baik dari dua urusan baik berupa meneruskan akad atau
membatalkannya.
b.
Dalil
pensyariatan khiyar
Hak
khiyar telah ditetapkan oleh Al-qur’an, sunnah dan ijma.
Adapun dalil
al-quran sebagaimana firman Allah SWT:
3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 ......
Artinya :” Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(QS. Al-Baqarah:
275)
Dalil dari sunnah diantaranya adalah :
sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan ibnu umar bahwa seorang laki-laki
diceritakan kepada nabi dia suka menipu dalam jual beli, maka nabi berkata
kepadanya :” jika kamu menjual sesuatu maka katakanlah tidak ada penipuan”.
Hadits ini adalah tentang bolehnya menetapkan khiyar.
c.
Macam-Macam
Khiyar
1)
Khiyar
majlis, ialah si pembeli dan si penjual boleh memilih antara dua perkara tadi,
selama keduanya masih tetap berada ditempat jual beli. Khiyar majlis dibolehkan
dalam segala macam jual beli.
2)
Khiyar
syarat, ialah khiyar yang dijadikan syarat sewaktu akad oleh keduanya atau oleh
salah seorang, sperti kata si penjual “ saya jual barang ini dengan harga
sekian dengan syarat khiyar dalam tiga hari atau kurang dari tiga hari. khiyar
syarat paling lama hanya 3hari 3malam terhitung dari waktu akad.
3)
Khiyar aibi
(cacat), ialah hak khiyar karena adanya cacat barang yang dibeli (tidak
diketahui saat jual-beli berlangsung) sebagaimana diterangkan dalam hadits
sebagai berikut.
Hadits Nabi “Aisyah ra telah meriwayatkan
bahwasannya seorang lelaki telah membeli seorng budak. Budak tersebut tinggal
beberapa lama dengan dia, ternyata budak tersebut cacat, hal itu di adukan ke
hadapan Rasulullah saw. Putusan dari beliau, budak tersebut dikembalikan kepada
penjual. (HR. Abu Daud :3046). Artinya si pembeli boleh mengembalikan barang
yang dibelinya apabila pada barang tersebut terdapat suatu cacat yang
mengurangi kualitas, barang itu dan mengurangi harganya, sedangkan biasanya
barang yang seperti itu baik, dan suatu akad cacatnya sudah ada, tetapi si
pembeli tidak tahu, atau terjadi sesudah akad yaitu sebelum diterimanya.
Keterangannya adalah ijma’ (sepakat para mujtahid) Adapun cacat yang sudah
terjadi sesudah akad sebelum barang diterima, maka barang yang jual sebelum
diterima oleh sipembeli masih dalam tanggungan si penjual. Kalau barang ada
ditangan pembeli, boleh dikembalikan serta diminta kembali uangnya. Akan tetapi
kalau barang itu tidak ada lagi, maka ia berhak meminta ganti kerugian saja
sebanyak kekurangan harga barang sebab adanya cacat itu. Barang yang tercacat
itu hendaknya segara dikembalikan, karena melalaikan hal ini berarti riba pada
barang yang tercacat, kecuali kalau ada halangan.
4)
Khiyar ru’yah,
ialah khiyar hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual
beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad
berlangsung.
5)
Khiyar
ta’yin, ialah hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda
kualitas dalam jual beli.
d.
Hikmah
Khiyar
ü Khiyar dapat membuat akad jual
beli berlangsung menurut prinsip-prinsip islam.
ü Mendidik masyarakat agar
hati-hati dalam melakukan akad jual beli.
ü Penjual tidak semena-mena menjual
barangnya kepada pembeli.
ü Terhindar dari unsur-unsur
penipuan.
ü Khiyar dapat memelihara hubungan
baik dan terjalin cinta kasih antar sesama.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Dapat di simpulkan bahwa hukum jual beli pada dasarnya
diperbolehkan oleh ajaran islam. Kebolehan ini didasarkan kepada kepada firman
Allah yang terjemahannya sebagai berikut :‘’ janganlah kamu memakan harta
diantara kamu dengan jalan batal melainkan dengan jalan jual beli, suka sama
suka...”(Q.S An-Nisa’ : 29) Dan Hadist Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut :
“ Bahwa nabi SAW ditanya tentang, mata pencaharian apakah yang paling baik ?
jawabnya : seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli
yang bersih”.(H.R. Al-Bajjar) Dalam pada itu ulama sepakat mengenai kebolehan berjual
beli ini sebagai salah satu usaha yang telah dipraktekkan semenjak masa Nabi
SAW hingga saat sekarang ini.
Jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda
atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
Daftar Pustaka
Muhammad,
Abdul Aziz. 2010. Fiqih Mu`amalah. Jakarta: Azzam
Suhendi,
Hendi. 2005. Fiqih Mu`amalah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Rasyid,
Sulaiman. 2013. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Syafe`I,
Rachmat. 2004. Fiqih Mu`amalah. Bandung: CV Pustaka Setia
Ghazali, Abdul Rahman, Ghufron Ihsan, dan Sapiudin.
2010. Fiqih Mu`amalah. Jakarta Prenanda Media Group
Haroen,
Nasrun. 2007. Fiqih Muamalah. Jakarta: Gaya Media
0 komentar:
Posting Komentar