PEMBAHASAN
A.
Biografi Hasan Al-Banna
Hasan Al-Banna dilahirkan pada 1906
di Al-Mahmudiyah, salah satu desa di wilayah al-Buhairah, Mesir. Beliau
dibesarkan di tengah-tengah keluarga yang berilmu. Sejak kecil Hasan Al-Banna
dididik dalam lingkungan rumah tangga yang memiliki perpustakaan yang cukup
lengkap. Ayahnya bernama Al-Mukhlis Syaikh Ahmad Abdurahman Al-Banna, beliau
terkenal dengan sebutan As-Sa’aty. Beliau mengajarkan ilmu fiqh, tauhid, nahwu,
hifzil Qur’an, dan ilmu-ilmu lainya.[1]
Pada usia 12 tahun, Hasan Al-Banna
telah menghafal separuh isi Al-Qur’an, ayahnya terus memberikan motivasi agar Al-Banna
melengkapi hafalanya. Akhirnya pada usia 14 tahun Hasan Al-Banna berhasil
menghafal seluruh Al-Qur’an. Hal ini berkat kedisiplinanya dalam membagi waktu,
hari belajar di sekolah, kemudian membantu ayahnya. Sore hari hingga menjelang
tidur digunakanya untuk mengulang
pelajaran di sekolah. Adapun untuk mengulang hafalan Al-Qur’an dilakukan
setelah shalat subuh.
Sejak kecil, Hasan Al-Banna sudah
menunjukan kecemerlangan otaknya. Ia lulus sekolah dengan predikat terbaik di
sekolahnya dan kelima terbaik di
seluruh Mesir. Di usia 16 tahun Ia menjadi mahasiswa di Dar al-Ulum,
Universitas Kairo. Selain itu, Ia juga memiliki bakat kepemimpinan yang
cemerlang, ia selalu terpilih menjadi ketua organisasi di sekolahnya. Pada usia
21 tahun, ia menamatkan studinya di Dar al-Ulum dan ditunjuk menjadi guru di
Isma’iliyah.
Dunia islam mengenal sosok Hasan Al-Banna
sebagai mujahid dakwah dan pembangkit umat islam. Ia bisa di sejajarkan dengan
Muhammad Abduh dalam bidang pemabharuan Islam. Aktivitas dakwah Hasan Al-Banna
bermula ketika ia masih berusia 12 tahun, hal ini menunjukan bahwa pada usia
tersebut ia sudah tertarik dengan masalah-masalah keagamaan sejak usia dini.
Puncak aktivitas dakwahnya adalah sejak mendirikan Ikhwanul Muslimin pada 1928.
Pada tahun 1932 Hasan Al-Banna pindah ke Kairo. Sosialisasi ide-ide dakwahnya
dilakukan dengan menerbitkan majalah mingguan ikhwan yang di pimpin oleh
Muhibuddin Khatib, yang kemudian di tahun 1357 H/1938 M terbit majalah
An-Nadzir dan Asy-Syihab pada tahun 1367 H/1947 M.[2]
B. Setting Sosial
Karya hasan al banna yang terbesar
adalah mendirikan organisasi ikhwan al-muslimin. Setelah ia berada di mesir, ia
melihat dan merasakan sendiri bagaimana pengaruh dari skularisme yang melanda
bangsa mesir pada waktu itu. Umat islam pada waktu itu tidak lagi berkiblat ke
islam. Kebanyakan bangsa mesir telah meninggalkan kulturnya dan bergaya hidup
barat, suka mengunjungi tempat hiburan malam, café, bioskop, dan teater.
Akibatnya terjadi dekadensi moral dan kehancuran tatanan sosial. Para penjajah
ini melakukan kerusakan yang bersifat ilmiah, ekonomi, kesehatan, moral, dst.
Umat yang pada waktu itu tidak mempunyai
logika dalam memimpin dunia selain ke logika kemaslahatan materi, kekuasaan,
dan penguasaan bahan-bahan mentah.akibat sikap yang demikian, sebagian besar kaum muslimin seakan tercabut dari akar
budayanya, terutama kelas menenngah dan kalangan elit politik. Islam pada saat
itu tidak di pandang sebagai way of life,
tetapi dipandang sebatas ajaran ritual-formalistik belaka.
Untuk mengantisipasi keadaan
masyarakat diatas, ia mendirikan organisasi ikhwan al-muslimin yang bergerak di
bidang dakwah, tarbiyah, sosial, dan jihad. Organisasi ini dicanangkan pada
bulan maret 1928 M, suatu organisasi yang berdiri diatas dasar fikrah
(pemikiran), maknawiyah (moralitas), dan amaliyah (gerakan).
Jamaah al-ikhwan al-muslimin yang
didirikan hasan Al-Banna merupakan suuaatu wadah untuk menampung dan
menyalurkan ide-ide pembaharuan guna mengembalikan umat islam kepada ajaran
al-qur’an dan sunnah. Jamaah organisasi ini lebih menekankan pada aspek
reformasi moral dan sosial yang direfleksikan dalam bentuk gerakan nyata, seperti mendirikan berbagai sarana penunjang;
membangun masjid, lembaga pendidikan, rumah sakit, balai industri, dan
sebagainya.[3]
C. Karya-karya Hasan Al-Banna
Karya-karya
Hasan Al-Banna banyak dituangkan dalam bentuk risalah, yang ditulis sepanjang
masa hidupnya, dan banyak dituangkan dalam majalah Ikhwan Al-Muslimin. Risalah-risalah
tersebut akhirnya dikumpulkan dan dijilid menjadi satu buku dengan judul Majmu`at Raisail Al-Imam Asy-Syahid Hasan
Al-Banna. Adapun judul dari masing-masing risalah tersebut, antara lain:
1.
Da`watuna,
tulisan ini secara khusus membahas tentang gerakan dakwah Ikhwan Al-Muslimin,
kesucian dalam berdakwah, kasih saying dalam dakwah, sarana dakwah dan
lain-lain.
2.
Ila Ayyi Syai` Nad`u An-Nas, berisi tentang tolok ukur dakwah, tujuan hidup
manusia dalam Al-Qur`an, pengorbanan, tujuan, sumber tujuan, dan lain-lain.
3.
Nahwa An-Nur,
berisi tentang saran-saran yang ditujukan kepada raja Faruq (Mesir), yakni
berupa tanggung jawab deorang pemimpin, orientasi Islam, peradaban Barat dan
Islam, dan kebangkitan umat Islam, dan lain-lain.
4.
Risalat At-Ta`lim, berisi tentang sepuluh komitmen bagi para kader ikhwan dalam mencapai
keberhasilan.
Dan masih banyak
lagi risalah-risalah yang terhimpun dalam buku pertama ini.[4]
D.
Teori pemikiran Hasan Al-Banna
Pemikiran imam Al-Banna dan
dakwahnya adalah islam, tidak ada unsur selain islam. Ia tidak membawa agama
baru atau pemikiran baru, namun yang ai bawa adalah apa yang telah di sabdakan
oleh Nabi Muhammad saw, oleh karena itu pemikiran Al-Banna lebih istimewa di
bandingkan dengan pemikiran yang lain.
Dalam masalah politik, Hasan
Al-Banna berpendapat “jika ada yang menyangka bahwa agama tidak berkaitan dengan
politik atau bahwa politik bukan bagian dari sasaran agama, berarti orang
tersebut telah mendzalimi dirinya sendiri, dan mendzalimi keilmuanya terhadap
islam. Dan kita tidak mengatakan bahwa dia mendzalimi Islam, karena Islam
adalah syariat Allah yang tidak mengandung kebatilan dari dalam maupun
belakangnya”.
Hasan Al-Banna juga berbicara
tentang sistem dalam negri dengan segala dimensinya. Sistem ekonomi yang independen dalam mengatur
kekayaan, harta, dan kesejahteraan rakyat, yang berpedoman pada QS. An-Nisa`: 5. Sistem budaya
dan penerangan yang menghapuskan kebodohan dan kezaliman, yang sesuai dengan
keagungan wahyu yang pertama di turunkan (Al-Alaq: 1). Sistem keluarga dan
rumah tangga, yang mendidik anak-anak muslim dengan baik. Sistem bagi individu,
dalam perilaku sehari-harinya, dan ruh yang menyertai gerak-gerik setiap
individu, baik penguasa maupun rakyat, yang berpedoman pada firman Allah (QS. Al-Qashas: 77). Selain
itu, Hasan Al-Banna juga berbicara tentang sistem pemerintahan konstitusional.[5]
E. Pemikiran
Hasan Al-Banna tentang pendidikan Islam
1.
Konsep Manusia
Dalam pandangan
Hasan Al-Banna, manusia terdiri dari beberapa unsur pokok yaitu: 1) jasmani
atau badan, 2) hati, 3) akal.
2. Ruang lingkup pendidikan
Pada dasarnya Hasan Al-Banna
berorientasi pada pengembangan seluruh potensi yang ada pada diri manusia,
sebab Islam sangat menaruh perhatian penciptaan manusia yang utuh, baik dari
segi jasmani dan ruhani. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, Al-Banna
menetapkan beberapa aspek sebagai bahan harapan, antara lain sebagai berikut:
a. Aspek intelegensi (akal)
Pendidikan intelektual atau pendidikan wawasan
adaah segala sesuatu yang ingin di capai oleh ikhwan. Perhatian mereka pada
aspek ini adalah berangkat dari keyakinan bahwa Islam tidak membekukan pikiran,
tetapi justru membebaskan dan mendorong manusia untuk melakukan dan pengamatan
observasi alam.
b. Aspek pendidikan moral
Aspek ini adalah salah satu aspek yang
terpenting dalam madrasah Hasan Al-Banna, sebab semua pendidikan mengandung
aktivitas moral, baik tersirat maupun tersurat.
c. Aspek pendidikan jasmani dan ruhani
Di samping pembinaan aspek ruhani, Hasan
Al-Banna juga tidak mengabaikan aspek jasmani. Sebab tubuh adalah sarana
manusia untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan dunia.
d. Aspek pendidikan jihad
Pendidikan jihad di tanamkan
Al-Banna dalam berbagai macam media, baik pendidikan, dakwah, maupun majalah
yang di fokuskan pada pengembangan semangat jihad dan rela berkorban untuk
menegakan agama Allah.
e. Aspek pendidikan politik
Pendidikan politik yang diberikan
Hasan Al-Banna didasarkan pada beberapa prinsip, yaitu:
·
Memperkuat
kesadaran dan perasaan wajib membebaskan negara Islam dari setiap kekuasaan
asing dan mengusir penjajah dari negeri Islam.
·
Membangkitkan
kesadaran dan atas wajibnya mendirikan pemerintahan Islam.
·
Membangkitkan
kesadaran dan perasaan akan wajib terwujudnya kesatuan Islam.
f. Aspek pendidikan sosial
Hasan Al-Banna mewajibkan para
anggotanya untuk berakhlak sosial, seperti:
·
Al-muakhah,
istilah ini dimaksudkan agar seseorang memandang saudaranya yang lain lebih
berhak dari dirinya sendiri, serta berusaha untuk mendahulukan kepentingan umum
di atas kepentingan pribadi.
·
Al-tafahum (saling
memahami), hal ini dimaksudkan agar hubungan antar manusia di bangun atas
saling percaya dan saling menasehati dalam rangka kasih sayang dan saling menghormati.
3.
Konsep
pendidikan
Konsep pendidikan Hasana Al-Banna
diarahkan pada pemecahan masalah yang bermunculan, dalam hal ini berkaitan
dengan upaya mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis di antara
pendidikan agama dan pendidikan umum. Melalui organisasi yang didirikan, Hasan Al-Banna
berupaya memberi nilai agama pada pengetahuan umum dan memberi motivasi dan
peningkatan terhadap pengetahuan dan amaliah agama sehingga sikap keagamaan
tampil lebih aktual. Berkaitan dengan hal tersebut, Hasan Al-Banna berusaha
memperbarui makna iman yang di anggap telah lapuk oleh peradaban modern, yaitu
dengan cara kembali kepada sumber-sumber ajaran yang masih orisinil.
4.
Tujuan Pendidikan
Menurut Hasan
Al-Banna, tujuan adalah sebuah dasar yang mendorong manusia kepada suatu
perjalanan. Dalam hal ini, Hasan Al-Banna menegaskan bahwa tujuan pendidikan
yang paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia, dan
membimbing manusia lainnya kepada Islam yang syamil atau komperhensif, serta memperoleh kebahagiaan di atas
jalan Islam. Secara terperinci, Hasan Al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan
ini ke dalam beberapa tingkatan yaitu di mulai dari tingkat individu, keluarga,
masyarakat, organisasi, politik, negara, sampai dengan tingkat dunia.
Yang paling
relevan dengan kajian kita adalah tujuan pendidikan pada tingkat individu,
karena tingkat individu merupakan sarana utama dalam program pendidikan.
Menurut Hasan Al-Banna, tujuan pendidikan pada tingkat individu mengarah pada
beberapa hal yaitu:
a.
Setiap individu memiliki kekuatan fisik sehingga mampu menghadapi
berbagai kondisi lingkungan dan cuaca.
b.
Setiap individu memiliki ketangguhan akhlak sehingga mampu mengendalikan
hawa nafsu dan syahwatnya.
c.
Setiap individu memiliki wawasan yang luas sehingga mampu menyelesaikan
berbagai persoalan hidup yang dihadapinya.
d.
Setiap individu memiliki kemampuan bekerja dalam dunia kerjanya.
e.
Setiap individu memiliki pemahaman akidah yang benar berdasarkan
Al-Qur`an dan Sunnah.
f.
Setiap individu memiliki kualitas beribadah sesuai dengan syariat Allah
SWT dan Rasul-Nya.
g.
Setiap individu memiliki kemempuan untuk memerangi hawa nafsunya dan
mengokohkan diri di atas syariat Allah melalui ibadah dan amal kebaikan.
h.
Setiap individu memiliki kemempuan untuk senantiasa menjaga waktunya
dari kelalaian dan perbuatan yang sis-sia, dan
i.
Setiap individu mampu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.
5.
Materi Pendidikan
Materi
pendidikan yang dimaksud adalah semua bahan atau materi yang disajikan kepada
anak didik agar tujuan pendidikan yang telah dirumuskan tercapai secara
optimal. Hasan Al-Banna menjelaskan mengenai materi pendidikan ini meliputi
materi pendidikan akal, jasmani, dan hati.
Adapun materi
pendidikan akal terdiri atas ilmu pengetahuan agama, ilmu pengetahuan alam, dan
ilmu pengeahuan social beserta cabang-cabangnya.
Adapun wujud
nyata dari pendidikan jasmani seperi halnya memelihara kebersihan, kesehatan
terhadap semua anggota jasmani merupakan wujud nyata dari pendidikan jasmani.
Materi
pendidikan hati, potensi hati pada anak menjadi hal terpenting dalam pendidikan
Hasan Al-Banna, Dalam hal ini yang menjadi penghambat dalam memperoleh
pengetahuan adalah kekerasan dan kebekuan hati. Oleh karena itu salah satu
tujuan dari pendidikan adalah untuk menghidupkan hati, membangun, dan
menyuburkannya.
6.
Metode Pendidikan
Metode diarikan
cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Adapun metode
pendidikan yang ditawarkan oleh Hasan Al-Banna meliputi enem metode, yaitu:
a.
Meode diakronis,
yaitu suatu metode pengajaran yang menonjolkan aspek sejarah.
b.
Metode singkronik-analitik, yaitu metode pendidikan yang memberikan kemampuan
analisis teoritis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental
intelektual.
c.
Metode hallul muskilat (problem solving), yaitu metode yang digunakan untuk melatih anak didik
berhadapan dengan berbagai masalah dari berbagai cabang ilmu pengetahuan.
d.
Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh
kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama dan ilmu
pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum melalui realisasi, aktualisasi,
serta internalisasi sehingga menimbulkan interaksi sosial.
e.
Metode al-istiqraiyyat (induktif), yaitu metode yang digunakan agar anak didik memiliki
kemampuan riseet terhadap ilmu pengetahuan agama dan umum dengan cara berpikir
dri hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang umum.
f.
Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal
yang umum kepada hal-hal yang khusus
7.
Guru/pendidik yang baik menurut Hasan Al-Banna
Pendidika yang
baik ditandai dengan beberapa keriteria, diantaranya ia harus memiliki:
a.
Pemahaman Islam yang benar,
b.
Niat yang ikhlas karena Allah,
c.
Aktivitas hidup dan kehidupan yang dinamis,
d.
Kesanggupan dan menegakkan kebenaran,
e.
Pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala sesuatu yang
dimilikinya,
f.
Kepatuhan dan menjalankan syari`at Islam,
g.
Keteguhan hati,
h.
Kemurnian pola piker,
i.
Rasa persaudaraan yang berdasarkan ikatan akidah, dan
g.
Sifat kepemimpinan.[7]
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
[1] Syamsul kurniawan dan erwin mahrus, jejak pemikiran tokoh pendidikan
islam, (jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2013), hlm. 155
[2] Herry mohammad, dkk, tokoh-tokoh islam yang berpengaruh abad 20,
(jakarta: gema insani, 2006), hlm. 201-202
[3] Ramayulis dan samsul nizar, ensiklopedi tokoh pendidikan islam,
(jakarta: PT ciputat pressgroup, 2005), hlm. 87-88
[5] Herry muhammad hlm202-205
[6] Syamsul Kurniawan, hlm162-172
0 komentar:
Posting Komentar