Selasa, 15 September 2015

Hasan Al-Banna

9:24 AM

PEMBAHASAN
A.    Biografi Hasan Al-Banna
Hasan Al-Banna dilahirkan pada 1906 di Al-Mahmudiyah, salah satu desa di wilayah al-Buhairah, Mesir. Beliau dibesarkan di tengah-tengah keluarga yang berilmu. Sejak kecil Hasan Al-Banna dididik dalam lingkungan rumah tangga yang memiliki perpustakaan yang cukup lengkap. Ayahnya bernama Al-Mukhlis Syaikh Ahmad Abdurahman Al-Banna, beliau terkenal dengan sebutan As-Sa’aty. Beliau mengajarkan ilmu fiqh, tauhid, nahwu, hifzil Qur’an, dan ilmu-ilmu lainya.[1]
Pada usia 12 tahun, Hasan Al-Banna telah menghafal separuh isi Al-Qur’an, ayahnya terus memberikan motivasi agar Al-Banna melengkapi hafalanya. Akhirnya pada usia 14 tahun Hasan Al-Banna berhasil menghafal seluruh Al-Qur’an. Hal ini berkat kedisiplinanya dalam membagi waktu, hari belajar di sekolah, kemudian membantu ayahnya. Sore hari hingga menjelang tidur digunakanya untuk mengulang pelajaran di sekolah. Adapun untuk mengulang hafalan Al-Qur’an dilakukan setelah shalat subuh.
Sejak kecil, Hasan Al-Banna sudah menunjukan kecemerlangan otaknya. Ia lulus sekolah dengan predikat terbaik di sekolahnya dan kelima terbaik di seluruh Mesir. Di usia 16 tahun Ia menjadi mahasiswa di Dar al-Ulum, Universitas Kairo. Selain itu, Ia juga memiliki bakat kepemimpinan yang cemerlang, ia selalu terpilih menjadi ketua organisasi di sekolahnya. Pada usia 21 tahun, ia menamatkan studinya di Dar al-Ulum dan ditunjuk menjadi guru di Isma’iliyah.
Dunia islam mengenal sosok Hasan Al-Banna sebagai mujahid dakwah dan pembangkit umat islam. Ia bisa di sejajarkan dengan Muhammad Abduh dalam bidang pemabharuan Islam. Aktivitas dakwah Hasan Al-Banna bermula ketika ia masih berusia 12 tahun, hal ini menunjukan bahwa pada usia tersebut ia sudah tertarik dengan masalah-masalah keagamaan sejak usia dini. Puncak aktivitas dakwahnya adalah sejak mendirikan Ikhwanul Muslimin pada 1928. Pada tahun 1932 Hasan Al-Banna pindah ke Kairo. Sosialisasi ide-ide dakwahnya dilakukan dengan menerbitkan majalah mingguan ikhwan yang di pimpin oleh Muhibuddin Khatib, yang kemudian di tahun 1357 H/1938 M terbit majalah An-Nadzir dan Asy-Syihab pada tahun 1367 H/1947 M.[2]
B.     Setting Sosial
Karya hasan al banna yang terbesar adalah mendirikan organisasi ikhwan al-muslimin. Setelah ia berada di mesir, ia melihat dan merasakan sendiri bagaimana pengaruh dari skularisme yang melanda bangsa mesir pada waktu itu. Umat islam pada waktu itu tidak lagi berkiblat ke islam. Kebanyakan bangsa mesir telah meninggalkan kulturnya dan bergaya hidup barat, suka mengunjungi tempat hiburan malam, café, bioskop, dan teater. Akibatnya terjadi dekadensi moral dan kehancuran tatanan sosial. Para penjajah ini melakukan kerusakan yang bersifat ilmiah, ekonomi, kesehatan, moral, dst.
Umat yang pada waktu itu tidak mempunyai logika dalam memimpin dunia selain ke logika kemaslahatan materi, kekuasaan, dan penguasaan bahan-bahan mentah.akibat sikap yang demikian, sebagian  besar kaum muslimin seakan tercabut dari akar budayanya, terutama kelas menenngah dan kalangan elit politik. Islam pada saat itu tidak di pandang sebagai way of life, tetapi dipandang sebatas ajaran ritual-formalistik belaka.
Untuk mengantisipasi keadaan masyarakat diatas, ia mendirikan organisasi ikhwan al-muslimin yang bergerak di bidang dakwah, tarbiyah, sosial, dan jihad. Organisasi ini dicanangkan pada bulan maret 1928 M, suatu organisasi yang berdiri diatas dasar fikrah (pemikiran), maknawiyah (moralitas), dan amaliyah (gerakan).
Jamaah al-ikhwan al-muslimin yang didirikan hasan Al-Banna merupakan suuaatu wadah untuk menampung dan menyalurkan ide-ide pembaharuan guna mengembalikan umat islam kepada ajaran al-qur’an dan sunnah. Jamaah organisasi ini lebih menekankan pada aspek reformasi moral dan sosial yang direfleksikan dalam bentuk gerakan nyata, seperti mendirikan berbagai sarana penunjang; membangun masjid, lembaga pendidikan, rumah sakit, balai industri, dan sebagainya.[3]
C.    Karya-karya Hasan Al-Banna
Karya-karya Hasan Al-Banna banyak dituangkan dalam bentuk risalah, yang ditulis sepanjang masa hidupnya, dan banyak dituangkan dalam majalah Ikhwan Al-Muslimin. Risalah-risalah tersebut akhirnya dikumpulkan dan dijilid menjadi satu buku dengan judul Majmu`at Raisail Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna. Adapun judul dari masing-masing risalah tersebut, antara lain:
1.      Da`watuna, tulisan ini secara khusus membahas tentang gerakan dakwah Ikhwan Al-Muslimin, kesucian dalam berdakwah, kasih saying dalam dakwah, sarana dakwah dan lain-lain.
2.      Ila Ayyi Syai` Nad`u An-Nas, berisi tentang tolok ukur dakwah, tujuan hidup manusia dalam Al-Qur`an, pengorbanan, tujuan, sumber tujuan, dan lain-lain.
3.      Nahwa An-Nur, berisi tentang saran-saran yang ditujukan kepada raja Faruq (Mesir), yakni berupa tanggung jawab deorang pemimpin, orientasi Islam, peradaban Barat dan Islam, dan kebangkitan umat Islam, dan lain-lain.
4.      Risalat At-Ta`lim, berisi tentang sepuluh komitmen bagi para kader ikhwan dalam mencapai keberhasilan.
Dan masih banyak lagi risalah-risalah yang terhimpun dalam buku pertama ini.[4]
D.    Teori pemikiran Hasan Al-Banna
Pemikiran imam Al-Banna dan dakwahnya adalah islam, tidak ada unsur selain islam. Ia tidak membawa agama baru atau pemikiran baru, namun yang ai bawa adalah apa yang telah di sabdakan oleh Nabi Muhammad saw, oleh karena itu pemikiran Al-Banna lebih istimewa di bandingkan dengan pemikiran yang lain.
Dalam masalah politik, Hasan Al-Banna berpendapat “jika ada yang menyangka bahwa agama tidak berkaitan dengan politik atau bahwa politik bukan bagian dari sasaran agama, berarti orang tersebut telah mendzalimi dirinya sendiri, dan mendzalimi keilmuanya terhadap islam. Dan kita tidak mengatakan bahwa dia mendzalimi Islam, karena Islam adalah syariat Allah yang tidak mengandung kebatilan dari dalam maupun belakangnya”.
Hasan Al-Banna juga berbicara tentang sistem dalam negri dengan segala dimensinya.  Sistem ekonomi yang independen dalam mengatur kekayaan, harta, dan kesejahteraan rakyat, yang berpedoman pada QS. An-Nisa`: 5. Sistem budaya dan penerangan yang menghapuskan kebodohan dan kezaliman, yang sesuai dengan keagungan wahyu yang pertama di turunkan (Al-Alaq: 1). Sistem keluarga dan rumah tangga, yang mendidik anak-anak muslim dengan baik. Sistem bagi individu, dalam perilaku sehari-harinya, dan ruh yang menyertai gerak-gerik setiap individu, baik penguasa maupun rakyat, yang berpedoman pada firman Allah (QS. Al-Qashas: 77). Selain itu, Hasan Al-Banna juga berbicara tentang sistem pemerintahan konstitusional.[5]
E.     Pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan Islam
1.      Konsep Manusia
Dalam pandangan Hasan Al-Banna, manusia terdiri dari beberapa unsur pokok yaitu: 1) jasmani atau badan, 2) hati, 3) akal.
2.      Ruang lingkup pendidikan
Pada dasarnya Hasan Al-Banna berorientasi pada pengembangan seluruh potensi yang ada pada diri manusia, sebab Islam sangat menaruh perhatian penciptaan manusia yang utuh, baik dari segi jasmani dan ruhani. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, Al-Banna menetapkan beberapa aspek sebagai bahan harapan, antara lain sebagai berikut:
a.       Aspek intelegensi (akal)
 Pendidikan intelektual atau pendidikan wawasan adaah segala sesuatu yang ingin di capai oleh ikhwan. Perhatian mereka pada aspek ini adalah berangkat dari keyakinan bahwa Islam tidak membekukan pikiran, tetapi justru membebaskan dan mendorong manusia untuk melakukan dan pengamatan observasi alam.
b.      Aspek pendidikan moral
 Aspek ini adalah salah satu aspek yang terpenting dalam madrasah Hasan Al-Banna, sebab semua pendidikan mengandung aktivitas moral, baik tersirat maupun tersurat.
c.       Aspek pendidikan jasmani dan ruhani
 Di samping pembinaan aspek ruhani, Hasan Al-Banna juga tidak mengabaikan aspek jasmani. Sebab tubuh adalah sarana manusia untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan dunia.
d.      Aspek pendidikan jihad
Pendidikan jihad di tanamkan Al-Banna dalam berbagai macam media, baik pendidikan, dakwah, maupun majalah yang di fokuskan pada pengembangan semangat jihad dan rela berkorban untuk menegakan agama Allah.
e.       Aspek pendidikan politik
Pendidikan politik yang diberikan Hasan Al-Banna didasarkan pada beberapa prinsip, yaitu:
·         Memperkuat kesadaran dan perasaan wajib membebaskan negara Islam dari setiap kekuasaan asing dan mengusir penjajah dari negeri Islam.
·         Membangkitkan kesadaran dan atas wajibnya mendirikan pemerintahan Islam.
·         Membangkitkan kesadaran dan perasaan akan wajib terwujudnya kesatuan Islam.
f.       Aspek pendidikan sosial
Hasan Al-Banna mewajibkan para anggotanya untuk berakhlak sosial, seperti:
·         Al-muakhah, istilah ini dimaksudkan agar seseorang memandang saudaranya yang lain lebih berhak dari dirinya sendiri, serta berusaha untuk mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
·         Al-tafahum (saling memahami), hal ini dimaksudkan agar hubungan antar manusia di bangun atas saling percaya dan saling menasehati dalam rangka kasih sayang dan saling menghormati.
·         Al-takaful, yaitu bahwa semua anggota keluarga saling membantu, dalam memenuhi kebutuhan.[6]
3.      Konsep pendidikan
Konsep pendidikan Hasana Al-Banna diarahkan pada pemecahan masalah yang bermunculan, dalam hal ini berkaitan dengan upaya mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis di antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Melalui organisasi yang didirikan, Hasan Al-Banna berupaya memberi nilai agama pada pengetahuan umum dan memberi motivasi dan peningkatan terhadap pengetahuan dan amaliah agama sehingga sikap keagamaan tampil lebih aktual. Berkaitan dengan hal tersebut, Hasan Al-Banna berusaha memperbarui makna iman yang di anggap telah lapuk oleh peradaban modern, yaitu dengan cara kembali kepada sumber-sumber ajaran yang masih orisinil.
4.      Tujuan Pendidikan
Menurut Hasan Al-Banna, tujuan adalah sebuah dasar yang mendorong manusia kepada suatu perjalanan. Dalam hal ini, Hasan Al-Banna menegaskan bahwa tujuan pendidikan yang paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia, dan membimbing manusia lainnya kepada Islam yang syamil atau komperhensif, serta memperoleh kebahagiaan di atas jalan Islam. Secara terperinci, Hasan Al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini ke dalam beberapa tingkatan yaitu di mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, organisasi, politik, negara, sampai dengan tingkat dunia.
Yang paling relevan dengan kajian kita adalah tujuan pendidikan pada tingkat individu, karena tingkat individu merupakan sarana utama dalam program pendidikan. Menurut Hasan Al-Banna, tujuan pendidikan pada tingkat individu mengarah pada beberapa hal yaitu:
a.       Setiap individu memiliki kekuatan fisik sehingga mampu menghadapi berbagai kondisi lingkungan dan cuaca.
b.      Setiap individu memiliki ketangguhan akhlak sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwatnya.
c.       Setiap individu memiliki wawasan yang luas sehingga mampu menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang dihadapinya.
d.      Setiap individu memiliki kemampuan bekerja dalam dunia kerjanya.
e.       Setiap individu memiliki pemahaman akidah yang benar berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah.
f.       Setiap individu memiliki kualitas beribadah sesuai dengan syariat Allah SWT dan Rasul-Nya.
g.      Setiap individu memiliki kemempuan untuk memerangi hawa nafsunya dan mengokohkan diri di atas syariat Allah melalui ibadah dan amal kebaikan.
h.      Setiap individu memiliki kemempuan untuk senantiasa menjaga waktunya dari kelalaian dan perbuatan yang sis-sia, dan
i.        Setiap individu mampu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.
5.      Materi Pendidikan
Materi pendidikan yang dimaksud adalah semua bahan atau materi yang disajikan kepada anak didik agar tujuan pendidikan yang telah dirumuskan tercapai secara optimal. Hasan Al-Banna menjelaskan mengenai materi pendidikan ini meliputi materi pendidikan akal, jasmani, dan hati.
Adapun materi pendidikan akal terdiri atas ilmu pengetahuan agama, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengeahuan social beserta cabang-cabangnya.
Adapun wujud nyata dari pendidikan jasmani seperi halnya memelihara kebersihan, kesehatan terhadap semua anggota jasmani merupakan wujud nyata dari pendidikan jasmani.
Materi pendidikan hati, potensi hati pada anak menjadi hal terpenting dalam pendidikan Hasan Al-Banna, Dalam hal ini yang menjadi penghambat dalam memperoleh pengetahuan adalah kekerasan dan kebekuan hati. Oleh karena itu salah satu tujuan dari pendidikan adalah untuk menghidupkan hati, membangun, dan menyuburkannya.
6.      Metode Pendidikan
Metode diarikan cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Adapun metode pendidikan yang ditawarkan oleh Hasan Al-Banna meliputi enem metode, yaitu:
a.       Meode diakronis, yaitu suatu metode pengajaran yang menonjolkan aspek sejarah.
b.      Metode singkronik-analitik, yaitu metode pendidikan yang memberikan kemampuan analisis teoritis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental intelektual.
c.       Metode hallul muskilat (problem solving), yaitu metode yang digunakan untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai masalah dari berbagai cabang ilmu pengetahuan.
d.      Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum melalui realisasi, aktualisasi, serta internalisasi sehingga menimbulkan interaksi sosial.
e.       Metode al-istiqraiyyat (induktif), yaitu metode yang digunakan agar anak didik memiliki kemampuan riseet terhadap ilmu pengetahuan agama dan umum dengan cara berpikir dri hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang umum.
f.       Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus
7.      Guru/pendidik yang baik menurut Hasan Al-Banna
Pendidika yang baik ditandai dengan beberapa keriteria, diantaranya ia harus memiliki:
a.       Pemahaman Islam yang benar,
b.      Niat yang ikhlas karena Allah,
c.       Aktivitas hidup dan kehidupan yang dinamis,
d.      Kesanggupan dan menegakkan kebenaran,
e.       Pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala sesuatu yang dimilikinya,
f.       Kepatuhan dan menjalankan syari`at Islam,
g.      Keteguhan hati,
h.      Kemurnian pola piker,
i.        Rasa persaudaraan yang berdasarkan ikatan akidah, dan
g.      Sifat kepemimpinan.[7]















BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan


DAFTAR PUSTAKA






[1] Syamsul kurniawan dan erwin mahrus, jejak pemikiran tokoh pendidikan islam, (jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2013), hlm. 155
[2] Herry mohammad, dkk, tokoh-tokoh islam yang berpengaruh abad 20, (jakarta: gema insani, 2006), hlm. 201-202
[3] Ramayulis dan samsul nizar, ensiklopedi tokoh pendidikan islam, (jakarta: PT ciputat pressgroup, 2005), hlm. 87-88
[4] A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009), hlm 63
[5] Herry muhammad hlm202-205
[6] Syamsul Kurniawan, hlm162-172
[7] Op.Cit., A. Susanto, hlm 66-72

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Kumpulan Makalah. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top